Setelah Ujian Nasional, So… What’s Next ?

Berita Utama

Loading

Kuala Lumpur – Cerita tentang ujian nasional (UN) mungkin sudah berlalu, seiring dengan berakhirnya waktu pelaksanaan (SMA 18 April, SMP 25 April, dan SD 8 Mei) ujian yang oleh sebagian peserta didik dan orang tua masih saja dirasakan sebagai sesuatu yang mengkhawatirkan. Kalaupun masih menyisakan cerita, tentu yang semua orang tahu yaitu tentang “kisruh” keterlambatan pelaksanaan UN SMA di beberapa tempat di kawasan Indonesia bagian timur.

Semoga kedepan, pelaksanaan UN bukanlah menjadi peristiwa yang rutin seremonial belaka, sehingga para penanggungjawab pelaksana “hajatan” pendidikan nasional ini, akan berpuas hati dengan apa yang sudah dicapai, walaupun masih menyisakan berbagai persoalan disana-sini. Padahal evaluasi perbaikan dan penyempurnaan terhadap pelaksanaannya sangat diharapkan dari tahun ke tahun.

Dari pelaksanaan UN yang beberapa waktu lalu berlangsung, kita harus mengakui adanya upaya dan  niat baik pemerintah (Kemdikbud) untuk mendapatkan hasil ujian yang kredibel. Hal ini dibuktikan dengan dilibatkannya perguruan tinggi dalam pengawasan dan pembuatan soal, serta penyiapan variasi soal sampai 20 paket yang ditandai barcode, juga adanya pengakuan dari Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang akan menjadikan hasil Ujian Nasional (Setelah ditambah dengan nilai rapor semester 1-5) sebagai kayu ukur peserta didik Sekolah Menengah Atas (SMA) masuk Perguruan Tinggi Negeri.
 
Tidak kalah penting, setelah mengetahui dari hasil UN adalah adanya keharusan pemerintah meningkatkan perhatian terhadap sekolah-sekolah dan para peserta didiknya yang belum bernasib baik. Karena disebabkan berbagai hal dan kendala yang ada, sekolah tersebut dan tentu juga peserta didiknya masih belum bisa mencapai nilai yang baik sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh pemerintah.
 
Pada dasarnya, UN adalah suatu instrument untuk mengukur seberapa jauh keberhasilan proses pembelajaran yang telah diikuti oleh peserta didik dalam sesebuah satuan pendidikan. Dengan UN, sudah barang tentu pemerintah dapat menggunakannya untuk memetakan kemampuan peserta didik dan satuan pendidikan dalam melaksanakan pembelajaran dan kurikulum yang ditetapkan.
 
Hasil UN juga bisa digunakan sebagai pintu masuk untuk dilakukannya intervensi kebijakan oleh pemerintah pusat (Kemdikbud), dinas profinsi, dinas kabupaten/kota dalam memberikan rekomendasi pembinaan, perbaikan proses belajar mengajar, sarana prasarana, pelatihan guru, ataupun cara lain untuk meningkatkan keberhasilan dalam proses pembinaan dan perbaikan mutu pembelajaran di suatu sekolah.
 
Bukan malah sebaliknya, sebagaimana kasus yang kadang masih saja terjadi di beberapa tempat, dimana oknum dinas kabupaten/kota menjadikan hasil UN dan prosentase tingkat kelulusan peserta didik di suatu daerah, sebagai satu-satunya target keberhasilan bidang pendidikan di daerahnya tersebut. Jika tidak tercapai sesuai dengan yang diinginkan, akan dijadikan alasan untuk menggeser dan  menentukan “nasib” guru atau kepala sekolah di daerah bersangkutan pula.
 
Pasca Ujian Nasional dan Kelulusan
 
Sering kita mengetahui dari tahun ke tahun, tradisi “nakal” sebagian pelajar-pelajar di Indonesia yang bisa kita saksikan melaui pemberitaan-pemberitaan di media cetak maupun elektronika, bahwa apabila proses pelaksanaan UN sudah selesai, juga setelah diumumkannya hasil ujian, mereka bereuforia seolah-olah telah menyelesaikan persoalan besar dalam hidupnya.
 
Mereka melampiaskan kegembiraan dengan mencorat-coret seragamnya, berkonvoi sepeda motor keliling kota, bahkan ada juga yang minum-minuman keras dan mengecat rambutnya berwarna-warni.
 
Pertanyaannya, kenapa tradisi yang hedonistis ini seakan-akan menjadi budaya dan kecenderungan bagi sebagian pelajar kita ? padahal kegiatan seperti itu tidak seyogyanya dilakukan oleh kalangan mereka yang terdidik (educated people), karena secara tidak langsung akan mereduksi makna good character yang selama ini diajarkan dan ditanamkan oleh bapak ibu guru di sekolah.
 
Masih banyak hal yang harusnya dipersiapkan untuk kelanjutan kehidupan akademis mereka, kalaupun ada yang memilih untuk masuk dunia kerja, tetap saja harus dipersiapkan segala sesuatunya. Jangan sampai mereka malah terbuai dengan pencapaian-pencapaian sesaat, dan melalaikan apa yang seharusnya dilakukan untuk masa depan mereka.
 
Sudah seharusnya setiap pelajar yang baru saja menyelesaikan jenjang pendidikan SMAnya, melakukan evaluasi diri, sejauh mana mereka sudah mempersiapkan untuk menempuh tahapan study selanjutnya.
 
Mungkinkah dirinya masuk ke PTN melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dengan nilai UN ditambah nilai semester 1-5, atau jalur Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBNPTN) yang harus ditempuh, atau bahkan menggunakan jalur Seleksi Mandiri (SM), yang masing-masing memerlukan persiapan dan konsekwensinya sendiri-sendiri secara mental maupun financial.
 
Sangat disayangkan, jika masih saja ditemukan anak-anak kita, peserta didik yang tidak tahu apa yang harus dilakukan setelah dirinya selesai dari jenjang pendidikan SMA, apalagi kalau dirinya menganggap bahwa setelah UN dan lulus, sudah tiba masanya untuk santai dan membuang-buang waktu dengan bermain serta mengisinya dengan kegiatan yang tidak bermanfaat.
 
Ajaran agama kita mengajarkan bahwa setelah kita selesai dari pekerjaan yang telah kita kerjakan, hendaklah kita berkonsentrasi menjemput pekerjaan lain yang sudah menunggu, sebagaimana diperintahkan oleh Allah S.W.T dalam Al-Quran Surat Al-Insyirah Ayat : 7 yang artinya kurang lebih; “Maka apabila engkau telah selesai (dari sesuatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain)”.
 
Ayat ini mengingatkan kepada kita manusia akan apa yang dinamakan dengan Dialektika Dinamika Kehidupan, bahwa; Hidup yang dinamis adalah hidup yang selalu penuh dengan persoalan-persoalan yang harus diselesaikan satu demi satu.
 
Sesuai dengan sunatullah, persoalan hidup itu akan selalu datang silih berganti bila satu masalah sudah terselesaikan, dan tugas kita manusialah untuk menghadapi dan menyelesaikannya.
 
Dalam hal ini, kita diingatkan oleh perkataan bijak Imam Syafi’ai yang terkandung dalam bait puisinya, yang antara lain mengandung arti: “Bersibuk-sibuklah kalian, karena sesungguhnya nikmatnya hidup itu kalau kita sibuk, tidak menganggur dan selalu penuh dengan pekerjaan”. (Sltn)
 
(Artikel ini pernah dimuat di Detik.com 26/05/2013)
 

Leave a Reply